CryptoHarian

Berita Bitcoin: 4 Insiden Ini Bisa Jatuhkan Harga Kripto Hingga Dibawah US$ 10.000

Cryptoharian – Para investor Bitcoin benar-benar harus berbesar hati, dengan kenyataan harga Bitcoin (BTC) kembali tersangkuit di sekitar nominal US$ 16.700.

Namun, banyak perkiraan dari analis yang menyatakan bahwa Bitcoin dalam beberapa waktu kedepan berpotensi untuk anjlok lebih dalam lagi hingga di bawah US$ 10.000. Dari penelusuran tim Cryptoharian, ada 4 insiden yang bakal menjadi katalis, yakni : 

1. Runtuhnya Binance

Tidak perlu diperdebatkan lagi, bahwa Binance merupakan perusahaan pertukaran kripto terbesar di dunia. CEO Binance, Changpeng Zhao sejak minggu lalu dikabarkan menebar FUD yang membuat sejumlah investor menarik dana dari platformnya tersebut.

Beberapa waktu lalu, seorang pelatih trader berlinsensi bernama Thomas Kralow mengatakan bahwa kripto akan menjadi aset yang sama sekali tidak berharga, apabila Binance benar-benar runtuh. Bagitupun dengan Bitcoin yang diperkirakan bakal terjun hingga US$ 1000 bila skenario tersebut benar-benar terjadi.

“Jika seluruh aset Binance di token berbeda senilai US$ 59 miliar, termasuk Bitcoin dijual dan mereka bangkrut, saya pikir Bitcoin menjadi US$ 1000 dan mata uang kripto lainnya akan menjadi nol,” ujarnya.

Terguncangnya keyakinan dan potensi masalah di Binance sangat berpotensi merusak ekosistem kripto. Bitcoin turun lebih dari 20% pada awal November, karena keruntuhan FTX dengan sekitar US$ 250 juta terhapus dari total kapitalisasi pasar kripto sebagai tanggapan atas kejatuhan FTX. Banyak yang khawatir bahwa kerusakan setelah potensi keruntuhan Binance bisa jauh lebih buruk, menghasilkan konsekuensi yang parah dan jangka panjang untuk seluruh ekosistem yang berpusat di sekitar Bitcoin.

Minggu ini, penelitian aset digital VanEck memperkirakan bahwa harga Bitcoin dapat tetap berada di bawah tekanan pada awal tahun 2023, karena beberapa perusahaan pertambangan besar berada di ambang kehancuran.

Matthew Sigel, kepala penelitian aset digital di VanEck mengatakan Bitcoin bisa jatuh ke level US$ 10.000 pada kuartal pertama tahun 2023, sebelum akhirnya pulih menjadi US$ 30.000 di akhir tahun. Aksi jual Q123 akan menandai titik terendah musim dingin kripto.  Namun, pemulihan hanya dapat terjadi tanpa berita khusus crypto yang negatif, seperti FTX atau Binance.

Baca Juga: Prediksi Harga Bitcoin Sepanjang Tahun 2023 Oleh A.I

2. Federal Reserve yang Tetap Hawkish

Bukan hal yang mustahil, bahwa Bank Sentral Amerika Serikat atau The Fed bakal menaikkan kembali suku bunganya dengan dalih melawan inflasi di negaranya. Kondisi pasar kripto kembali tertekan setelah The Fed pada Rabu (14/12/2022) menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin (0,5 poin persentase) untuk terus memperlambat ekonomi dan kenaikan harga moderat.

Keputusan tersebut membawa kisaran target dana federal menjadi 4,25 persen hingga 4,5 persen, level tertinggi dalam 15 tahun. Ketua Fed Jerome Powell telah mengisyaratkan tingkat puncak untuk siklus kenaikan saat ini, diharapkan sekitar tahun depan  kemungkinan akan lebih dari 5 persen. Pasca pengumuman ini, pasar kripto kembali terjebak di zona merah.

“50 basis poin masih merupakan peningkatan besar secara historis, dan kami masih memiliki beberapa cara untuk dilakukan,” kata Powell pada konferensi pers setelah pernyataan FOMC, dikutip dari CoinDesk.

Inflasi yang terukur dengan indeks harga konsumen (CPI) terus melambat secara tahunan: laporan CPI November menunjukkan inflasi menjadi 7,1 persen, turun dari 7,7 persen pada Oktober. Pejabat The Fed telah mengatakan sebulan terakhir mungkin tepat untuk memperlambat laju kenaikan suku bunga sementara ekonomi menyesuaikan dengan tingkat biaya pinjaman yang lebih tinggi.

“Namun, peningkatan yang sedang berlangsung dalam kisaran target akan sesuai,” menurut pernyataan saat FOMC.

3. Resesi

Resesi tentunya adalah hal yang menakutkan bagi para investor. Resesi adalah kondisi perekonomian yang mampu membuat perusahaan jatuh bangkrut. Hal Ini diakibatkan menurunnya daya beli masyarakat yang berimbas pada penurunan pendapatan perusahaan dan mengancam arus kas.

Pada akhirnya, perusahaan akan memangkas biaya operasional dan menutup area bisnis yang kurang menguntungkan, sampai dengan mengambil keputusan berat untuk melakukan efisiensi pegawai (PHK).

Tak terkecuali bagi para pemilik perusahaan kripto, ancaman resesi ini telah membayang-bayangi mereka semenjak The Fed terus menaikkan suku bunga. Sementara itu, rumor yang masih hangat hingga kini adalah 2023 merupakan waktu terjadinya resesi, dimana dunia ekonomi akan mengalami yang namanya The Great Reset.

Blackrock, sebuah manajemen aset dan perusahaan investasi, telah mempresentasikan prediksinya tentang apa yang mungkin terjadi tahun depan ke pasar keuangan. Perusahaan, yang diperkirakan memiliki US$ 8 triliun aset yang dikelola, meramalkan periode resesi yang disebabkan oleh kebijakan bank sentral yang diarahkan untuk mengendalikan inflasi. Namun, menurut laporan Global Outlook 2023, resesi ini akan berbeda dari penurunan sebelumnya.

Laporan tersebut menjelaskan, resesi diramalkan karena bank sentral berlomba untuk mencoba menjinakkan inflasi. Ini kebalikan dari resesi masa lalu: Kebijakan longgar tidak akan membantu mendukung aset berisiko, menurut pandangan kami.

Selain itu, Blackrock memperkirakan bahwa ekuitas kemungkinan akan lebih menderita karena tidak memperhitungkan resesi ini, karena kerusakan ekonomi yang disebabkan oleh tindakan bank sentral masih terus meningkat. Dalam hal inflasi, laporan tersebut menyatakan bahwa bank sentral harus menghentikan kebijakan pengetatan sebelum mencapai target inflasi yang diinginkan dan menyebabkan krisis ekonomi.

4. Sejumlah Permasalahan yang Menyerang Digital Currency Group (DCG)

DCG merupakan salah satu perusahaan induk yang terkena hantaman kanan kiri semenjak robohnya dinasti FTX. Diketahui, DCG merupakan salah satu pemegang Bitcoin dalam jumlah besar, yang mana ia juga memiliki anak perusahaan kripto seperti Genesis dan Grayscale. 

Terbaru ini, pertukaran mata uang kripto di Belanda, Bitvavo mengatakan memiliki US$ 297 juta tersangkut di platform Digital Currency Group (DCG) yang menurut Bitvavo dikelola dalam deposito dan aset lainnya. Bitvavo mengklaim dalam posting blog, DCG mengalami masalah likuiditas karena guncangan yang terjadi di pasar kripto saat ini, serta DCG telah menangguhkan pembayaran sampai masalah likuiditas ini diselesaikan.

Tidak hanya itu, CDG juga diterpa kabar dumping dari berbagai analis dan trader terkenal. Salah satunya adalah Ran Neuner yang menegaskan bahwa ada spekulasi bahwa DCG dumping berdasarkan 2 hal.

“Pertama, mereka mencoba membayar kembali pinjaman US$1,5 miliar kepada Genesis. Pinjaman dapat ditarik kembali jika terjadi kebangkrutan. Kedua, mereka memasuki bab 11. Untuk melakukannya, mereka harus menghabiskan semua aset likuid terlebih dahulu,” kata Nauner.

Bila nantinya DCG akan runtuh akibat FTX, maka ada kemungkinan bahwa BTC akan jatuh lagi ke arah yang lebih ekstrem. 

Disclaimer: Semua konten yang diterbitkan di website Cryptoharian.com ditujukan sarana informatif. Seluruh artikel yang telah tayang di Cryptoharian bukan nasihat investasi atau saran trading.

Sebelum memutuskan untuk berinvestasi pada mata uang kripto, senantiasa lakukan riset karena kripto adalah aset volatil dan berisiko tinggi. Cryptoharian tidak bertanggung jawab atas kerugian maupun keuntungan anda.

Muhammad Syofri

Trader Forex dan Bitcoin yang sudah bergelut di bidang trading dari tahun 2013. Sering menulis artikel tentang blockchain, forex dan cryptocurrency.