Cryptoharian – Bitcoin (BTC) mengalami penurunan tajam hingga di bawah US$ 95.000 pada 9 Februari, pasca muncul laporan bahwa negara Cina akan mengenakan tarif impor energi dari Amerika Serikat, termasuk minyak mentah dan gas alam cair.
Namun, mata uang kripto ini kembali menguat ke level US$ 97.000 pada 10 Februari setelah Presiden Amerika Donald Trump merespon dengan menetapkan tarif 25 persen pada impor baja dan alumunium.
Meskipun harga Bitcoin pulih, minat investor institusional atau besar masih belum menunjukkan peningkatan signifikan. Melansir dari cointelegraph.com, beberapa indikator utama seperti aliran dana ke ETF Bitcoin dan data pasar derivatif, menunjukkan bahwa pembelian dari investor besar masih terbatas.
Salah satu indikator utama, yakni delta skew 25 persen yang mengukur perbandingan antara opsi jual dan beli, saat ini di angka 2 persen. Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa kondisi pasar sedang netral, tetapi lebih lemah dibandingkan -5 persen pada 1 Februari lalu, saat optimisme pasar lebih tinggi.
Selain itu, permintaan untuk kontrak berjangka Bitcoin dengan leverage berada di titik terendah dalam empat bulan terakhir. Premi tahunan Bitcoin futures juga turun ke 8 persen, jauh lebih rendah dibandingkan 11 persen pada awal Februari dan masih di bawah ambang batas bullish 10 persen.
Baca Juga: Cardano Hancur Lebur, Penurunan Terjadi 47 Persen Sejak Desember 2024
Penyebab utama melemahnya minat investor terhadap Bitcoin tampaknya bukan karena faktor internal kripto, melainkan karena kondisi ekonomi global yang tidak menentu.
Sebagai contoh, meskipun perusahaan Amerika bernama Strategy membeli Bitcoin dalam jumlah besar, dengan total investasi sebesar US$ 742,3 juta antara 3 hingga 9 Februari, aliran dana ke ETF Bitcoin di Amerika hanya mencapai US$ 204 juta dalam periode yang sama.
Selain itu, investor semakin berhati-hati dalam mengambil risiko. Imbal hasil obligasi pemerintah Amerika turun dari 4,78 persen sebulan lalu menjadi 4,5 persen. Hal ini berarti lebih banyak investor beralih ke aset yang lebih dianggap aman, seperti obligasi daripada Bitcoin
Di sisi lain, kebijakan perdagangan agresif presiden Donald Trump juga memicu kekhawatiran di pasar. Pengenaan tarif baru pada baca dan aluminium meningkatkan ketidakpastian terhadap pertumbuhan ekonomi global, sehingga banyak investor mulai menunda ekspektasi mereka terhadap kemungkinan pemotongan suku bunga oleh The Fed dalam waktu dekat.
Sebagai tambahan, lembaga pemeringkat Moody’s mengeluarkan peringatan pada 10 Februari bahwa bank dunia bisa kehilangan peringkat kredit AAA-nya jika lembaga keuangan multilateral mengurangi dukungan.
Di saat yang sama, raksasa makanan cepat saji McDonald melaporkan penurunan penjualan sebesar 1,4 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Sebelum memutuskan untuk berinvestasi pada mata uang kripto, senantiasa lakukan riset karena kripto adalah aset volatil dan berisiko tinggi. Cryptoharian tidak bertanggung jawab atas kerugian maupun keuntungan anda.