Cryptoharian – Mendekati tahun 2026, para ahli ekonomi mulai memperingatkan terjadinya krisis ekonomi global. Berdasarkan prediksi dari seorang expert keuangan di platform X dengan nama samaran HZ, tanda-tanda ekonomi ‘hancur’ sudah mulai terlihat di tahun 2024, dengan berbagai indikator ekonomi yang menunjukkan adanya resiko penurunan besar yang bisa berujung pada krisis besar.
“Meskipun Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) sudah mencoba mengendalikan inflasi dengan menaikkan suku bunga, masalah mendasar dalam ekonomi masih belum terselesaikan. Ini berpotensi membuat alur keuangan global semakin rentan,” ungkap HZ.
HZ mengungkapkan, salah satu tanda yang paling mengkhawatirkan adalah kemungkinan meledaknya gelembung di sektor teknologi. Rasio antara Nasdaq 100 dan Russel 2000, yang merupakan indikator utama nilai saham teknologi dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil, telah melampaui tingkat yang terlihat sejak gelembung dot-com.
“Ini menandakan bahwa saham teknologi dinilai terlalu tinggi,” ujarnya.
Seiring dengan memburuknya kondisi ekonomi, keuntungan perusahaan teknologi akan tertekan. Faktor ini dapat menyebabkan saham bakal mengalami penurunan harga secara signifikan. Selain itu, para analis memperkirakan Nasdaq 100 bisa turun ke kisaran 6000 hingga 7000, yang akan menghapus triliunan dolar dari pasar.
Pasar Perumahan di Ambang Krisis
Pasar perumahan, yang selama ini didorong oleh investasi spekulatif dan suku bunga rendah, juga menjadi perhatian besar. Dengan naiknya suku bunga, permintaan untuk membeli rumah diperkirakan akan mengalami penurunan tajam, yang bisa menyebabkan penurunan besar pada harga rumah.
“Pada tahun 2026, pasar perumahan diperkirakan mengalami penurunan tajam, dengan jutaan pemilik rumah berutang lebih banyak daripada nilai rumah mereka,” kata HZ.
Penumpukan utang ini, lanjutnya, akan menuntun bank untuk melakukan penyitaan secara masif, dimana hal ini akan memperburuk kondisi pasar perumahan dan menambah tekanan pada ekonomi global.
Dampak Kecerdasan Buatan (AI) Pada Pasar Kerja
Teknologi kecerdasan buatan (AI) yang terus berkembang pesat diperkirakan akan memiliki dampak besar pada pasar kerja. Pada tahun 2030, otomatisasi yang didorong oleh AI bisa menggantikan jutaan pekerjaan di berbagai sektor.
“Meskipun AI membawa peningkatan efisiensi, dampaknya terhadap pekerjaan bisa menyebabkan ketidakpuasan sosial dan ketidakstabilan politik,” paparnya.
Respon Pemerintah dan Resiko Inflasi
Untuk merespon lonjakan pengangguran dan ketidakstabilan ekonomi, pemerintah di negara-negara Barat mungkin mempertimbangkan untuk menerapkan pendapatan dasar universal (UBI) sebagai cara untuk mencegah kerusuhan sosial.
Akan tetapi untuk membiayai program ini, pemerintah mungkin harus mencetak lebih banyak uang. Tentunya, pencetakan uang dengan jumlah besar dapat memicu inflasi, apalagi pada saat ekonomi sudah dalam kondisi sulit.
“Ketika Amerika Serikat menghadapi tantangan ekonomi di dalam negeri, pengaruhnya di panggung global diperkirakan akan melemah. Dari pelemahan ini, terbuka peluang bagi negara lain untuk mengisi kekosongan kekuasaan,” tulis HZ.
Pada momen kekosongan kekuasaan tersebut, akan terjadi persaingan yang meningkat antar negara besar. Hal ini dapat meningkatkan risiko konflik di daerah-daerah seperti Laut China Selatan, Eropa Timur, dan Timur Tengah.
Kendati demikian, krisis ekonomi yang diperkirakan akan terjadi pada tahun 2026 bisa sangat parah, ini bukan berarti akhir dari segalanya. Umat manusia telah menghadapi tantangan besar di masa lalu dan berhasil melewatinya.
“Masa sulit ini bisa menjadi momen untuk mengevaluasi ulang model ekonomi yang ada dan, pada akhirnya, menuju pemulihan dan pembaruan. Namun, jalan menuju pemulihan akan membutuhkan penyesuaian yang sulit dan akan berdampak luas pada ekonomi dan masyarakat,” pungkas HZ.
Sebelum memutuskan untuk berinvestasi pada mata uang kripto, senantiasa lakukan riset karena kripto adalah aset volatil dan berisiko tinggi. Cryptoharian tidak bertanggung jawab atas kerugian maupun keuntungan anda.