Cryptoharian – Bitcoin (BTC) kembali dihadapkan pada gejolak, saat harganya turun mencapai angka US$ 57.653. Data dari Cointelegraph di media sosial X menunjukkan bahwa penurunan ini mencerminkan minus 2 persen dalam 24 jam terakhir. Disebutkan bahwa penurunan ini terjadi menjelang pekan yang penuh dengan data makroekonomi penting.
Memasuki tanggal 12 Agustus, momentum bullish yang sebelumnya mendorong harga Bitcoin hingga melewati US$ 60.000 mulai menunjukkan tekanan jual dari para pemegang. Data dari Cointelegraph Markets Pro dan TradingView melaporkan bahwa Bitcoin jatuh dari puncak US$ 60.000 ke level terendah intraday di US$ 55.681, sebelum pulih ke kisaran US$ 58.668.
Sebagaimana diketahui, koreksi yang terjadi ini bertepatan dengan ketidakpastian di pasar keuangan yang lebih luas. Rilis data Indeks Harga Konsumen (CPI) serta Indeks Harga Produsen (PPI) tentunya sangat dinantikan oleh para investor kripto. Pasalnya, penurunan CPI yang berkelanjutan bisa memberi kekuatan kepada The Fed untuk melanjutkan pemotongan suku bunga pada bulan September, yang mana akan berdampak juga pada harga dari aset digital.
Selain itu, pasar internasional juga menjadi sorotan, seperti Inggris yang akan merilis data CPI pada 14 Agustus mendatang. Sementara Australia dan Jepang akan merilis data kepercayaan konsumen dan Indeks Harga Produsen hari ini.
Salah satu hal krusial yang juga jadi perbincangan adalah melemahnya pasar tenaga kerja di Amerika Serikat. Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Kobeissi Letter, kepercayaan konsumen mengalami penurunan ke level terendah sejak Maret 2021 lalu. Kelemahan pasar tenaga kerja ini tercermin dalam rasio lowongan pekerjaan per pengangguran, yang turun dari 2,0 pada tahun 2022 menjadi 1,2 pada tahun 2024. Artinya, pasar tenaga kerja yang dulu ketat kini semakin longgar.
Baca Juga: Bagaimana Harga Bitcoin Ditentukan? Ini Jawaban Lengkapnya
Pergerakan Harga Bitcoin yang Tidak Menentu
Pergerakan Bitcoin pada 12 Agustus lalu dinilai benar-benar tidak menentu. Padahal, memasuki dini hari pada tanggal tersebut diketahui harga relatif stabil, dengan lonjakan dari US$ 58.140 menjadi US$ 60.000 dalam waktu dua jam. Namun hanya butuh waktu singkat juga untuk kembali turun sebelum sesi perdagangan di New York dimulai. Harga kemudian naik lagi selama pembukaan Wall Street, mencapai US$ 60.700.
Pergerakan ini mendapat tanggapan dari seorang trader papan atas bernama Jelle lewat media sosial X. Ia mencatat bahwa meskipun pada kerangka waktu yang lebih rendah sangat volatil, grafik mingguan menunjukkan bahwa Bitcoin masih dalam konsolidasi tengah siklus, yang telah berlangsung selama 165 hari.
Di sisi lain, analis terkenal Michael van de Poppe pun lebih cenderung pada sikap optimismenya. Dia menyatakan, penembusan di atas harga US$ 60.000 bisa menandakan rekor tertinggi baru dalam pada bulan September dan Oktober.
Pergerakan harga Bitcoin yang tajam ini ternyata disertai dengan likuidasi yang signifikan di pasar berjangka. Data dari Coinglass mengungkapkan bahwa lebih dari US$ 20,16 juta posisi short Bitcoin dilikuidasi dalam 12 jam terakhir. Total likuidasi pasar kripto selama periode ini mencapai US$ 112,20 juta, dengan posisi short menyumbang lebih dari separuh likuidasi.
Selain itu, data dari CryptoQuant menunjukkan lonjakan jumlah Bitcoin yang ditransfer ke bursa pada 12 Agustus. Volume Bitcoin yang dikirim ke dompet bursa mengalami peningkatan dari 9.132 BTC pada 11 Agustus menjadi 21.278 BTC keesokan harinya. Hal ini menunjukkan bahwa investor mengambil keuntungan di tengah volatilitas harga saat ini.
Sebelum memutuskan untuk berinvestasi pada mata uang kripto, senantiasa lakukan riset karena kripto adalah aset volatil dan berisiko tinggi. Cryptoharian tidak bertanggung jawab atas kerugian maupun keuntungan anda.