Tidak bisa dipungkiri bahwa kehadiran perusahaan fintech memberi kemudahan dalam melakukan pinjaman online.
Namun,Kemudahan pasti didampingi dengan resiko pinjaman online.
Secara kecepatan dan persyaratan, dapat dikatakan pinjaman online jauh lebih sederhana, nyaman dan mudah di akses jika kita bandingkan dengan institusi finansial seperti bank.
Seperti yang kita semua sudah tahu, kebanyakan pinjol tidak meminta persyaratan yang berbelit.
Bahkan dikatakan Anda bisa melakukan pinjaman tanpa agunan dan jaminan.
Hanya modal KTP saja sudah bisa mengajukan permohonan dana (hanya berlaku untuk nama fintech tertentu).
Terlepas dari semua itu, kami selalu ingin memberikan sudut pandang yang berbeda terhadap topik pinjaman online agar calon debitur bisa memikirkan ulang dan menarik opini mereka sendiri.
Kali ini, kami membahas tentang resiko yang mungkin dihadapi peminjam jika mereka melakukan pinjol.
Resiko Pinjaman Online yang Harus Diketahui
1.Resiko Pinjaman Online-Suku Bunga Tinggi
Tahukah Anda suku bunga yang dibebankan kepada debitur pinjaman online dihitung per hari?
Ya, Anda tidak sedang salah dengar. Ini adalah resiko pinjaman online yang anda harus terima.
Berbeda dengan pinjaman bank yang biasa dihitung bulanan dan dapat diangsur bertahun-tahun dengan bunga yang rendah.
Pada umumnya, rata-rata bunga KTA (Kredit tanpa agunan) di bank berkisar dari 0,99 persen hingga 2 persen per bulan.
Untuk pinjaman online (mayoritas), pemohon dibebankan bunga dari 0,5 persen sampai 3 persen per hari.
Jadinya, jika Anda melakukan pinjaman uang sebesar IDR 2 juta pada aplikasi online dengan bunga harian 1 persen, bunga Anda adalah IDR 20.000 per hari.
Itu sebenarnya tidak murah, malah sangat mahal!
Pada kasus lain, segelintir perusahaan membebankan suku bunga jauh di bawah 10 persen dan bahkan ada yang empat kali lebih tinggi.
Angka suku bunga ditetapkan tergantung oleh beberapa faktor. Ada yang karena regulasi dari perusahaan dan ada yang sesuai dengan skor kredit nasabah.
Sampai detik ini pun, OJK tidak mengeluarkan peraturan untuk membatasi bunga pinjaman online. Perusahaan pinjol memasang bunga yang tinggi karena mereka juga menghadapi risiko besar.
Dengan berbagai keringanan, kemudahan dan speed yang cepat dalam memberi pinjaman dana, para perusahaan fintech lebih rentan menghadapi risiko kehilangan uang ataupun nasabah yang kabur (meskipun tetap akan diproses secara hukum).
Selama debitur teliti dan membaca informasi suku bunga yang harus dibayar pada awal meminjam, semestinya pinjaman suku bunga tinggi bukan masalah rumit.
Pada akhirnya, perusahaan pinjaman online lebih berfokus pada kecepatan dan kenyamanan daripada suku bunga.
Mereka memberikan pinjaman cepat cair tanpa jaminan dengan waktu yang kilat. Cocok untuk mereka yang membutuhkan dana darurat pada situasi menjepit.
Baca Juga: 39 Aplikasi Pinjaman Online Langsung Cair 2020
2.Plafon Pinjaman Rendah
Resiko pinjaman online yang kedua adalah plafon rendah.
Dalam perbankan, kata plafon memiliki makna jumlah maksimum fasilitas yang diterima oleh debitur sebagaimana tercantum dalam surat perjanjian kredit.
Lebih sederhananya, plafon adalah batas maksimal dana pinjaman yang bisa diberikan perusahaan fintech untuk si peminjam.
Saat melakukan pinjaman online, plafonnya sendiri cukup rendah jika dibandingkan dengan pinjaman bank.
Rata-ratanya hanya IDR 5 juta per pinjaman.
Beberapa perusahaan pinjol bahkan mempunyai plafon IDR 1 juta saja dan kenaikan bisa terjadi hanya jika sudah pernah meminjaman beberapa kali.
Karena proses pengajuannya yang mudah, oleh karena itu ada banyak sekali volume transaksi yang terjadi perhari dan ini memberi efek pada jumlah plafon yang bisa diberikan pada debitur.
Oleh karenanya, sangat jarang menemukan fintech company yang memberikan pinjaman dalam jumlah besar.
Baca Juga: 15 Kredit Tanpa Anggunan (KTA) Terbaik Untuk 2020
3.Tenor yang Singkat
Tenor adalah jangka waktu pinjaman yang ditentukan atas kesepakatan debitur dan kreditur.
Selama jangka waktu tersebut, Anda harus membayar cicilan angsuran setiap bulannya.
Lebih singkatnya, tenor adalah jangka waktu cicilan kredit yang sudah disetujui oleh peminjam dan mereka perusahaan fintech pinjol.
Bunga yang ditetapkan untuk pinjaman dengan tenor pendek biasanya lebih tinggi daripada tenor panjang.
Jangka waktu pelunasan sangat penting karena hal tersebut berpengaruh pada besaran cicilan yang harus dibayar setiap bulan dalam jangka waktu tersebut.
Karena tenor yang singkat, ini membuat tidak semua pengajuan pinjaman disetujui. Mengapa demikian?
Kami menggunakan ilustrasi dari KPR (Kredit Kepemilikan Rumah). Pada kasus pengajuan KPR biasa, tenor normal adalah diatas 10 tahun dengan cicilan ringan dan itu pun memerlukan waktu lama untuk dapat di terima.
Karena penghasilan Anda pasti dipertimbangkan.
Pinjaman KPR dengan tenor singkat membuat beban cicilan menjadi jauh berlipat-lipat lebih besar sehingga hanya individu yang berpenghasilan besar dan terpercaya yang mungkin pengajuan kreditnya bisa disetujui.
Jadi untuk debitur yang mempunyai penghasilan pas-pas an dan kemampuan pelunasan yang sulit, jangka waktu atau tenor yang pendek bisa menjadi masalah bagi mereka.
Kami sarankan untuk tidak mengambil anggaran pinjaman yang cicilannya melebihi total penghasilan Anda.
Resiko pinjaman online yang satu ini agak sulit diterima oleh banyak peminjam.
Baca Juga: 12 Pinjaman Online Tanpa Slip Gaji Terdaftar Dan Diawasi Oleh OJK
4.Privasi dan Data Pribadi
Dalam melakukan pinjaman online, kita harus mengunduh aplikasi tertentu dan nantinya mengisi serta melengkapi informasi data pribadi sebagai bagian dari prosedur pinjaman online.
Setiap masyarakat yang mengunduh aplikasi seperti game, e-commerce, digital banking, fintech dan aplikasi lainnya, akan tampil beberapa pertanyaan mengenai persetujuan pemilik smartphone untuk memberikan akses data pribadi digital yang dibutuhkan.
Hal yang sama berlangsung untuk masyarakat yang meng-install aplikasi fintech lending, baik yang beroperasi di luar maupun dalam negeri, termasuk aplikasi yang sudah dan belum terdaftar di OJK (Otoritas Jasa Keuangan).
Ini artinya, saat Anda meluncurkan aplikasi dan meng-input data pribadi, debitur harus mengerti bahwa mereka telah memberikan persetujuan bahwa informasi personal di ponsel yang diminta aksesnya bisa diakses juga oleh perusahaan pinjaman online yang bersangkutan saat mengajukan pinjaman.
Pada industry Fintech lending, semua data pribadi digital dari calon peminjam akan mejadi salah satu variable dalam menghitung scoring, menjadi jaminan reputasi yang menggantikan jaminan kebendaan (seperti: kendaraan bermotor, rumah dan lain-lain).
Apabila masyarakat calon peminjam menolak untuk memberikan akses pada saat mengunduh aplikasi, maka secara otomatis aplikasi tidak akan ter-install atau sejumlah fitur aplikasi tidak dapat digunakan.
Resiko pinjaman online tersebut sebenarnya tidak seberapa rumit, terkecuali anda orang terkenal.
Apakah anda tahu bahwa Google juga mengambil data-data anda?
Yang terpenting adalah perusahaan fintech tidak menyalahgunakan data tersebut.
5.Penagihan yang Melanggar Etika
Seperti kasus pinjaman pada umumnya, jika nasabah tidak melakukan pelunasan maka akan ada tindakan penagihan. Ini adalah resiko pinjaman online sebagai peminjam.
Tindakan tersebut hanya terjadi jika nasabah tidak membayar tepat waktu.
Jika berpikir pinjaman online mempunyai peraturan yang lebih longgar daripada institusi finansial seperti bank, maka sudah salah kaprah.
Jika nasabah tidak membayar memang ada proses penagihan dan reminder via email serta SMS. Namun, jika sudah berlanjut terlalu lama maka perusahaan biasanya akan tetap menagih.
Sanksi dari tidak melakukan pelunasan adalah tindakan penagihan.
Perusahaan akan memulai dari yang sifatnya reminder sampai dengan intensif agar nasabah membayar kewajibannya.
Kemudian, nasabah akan dilaporkan kepada biro kedit yang diwajibkan oleh OJK kepada setiap perusahaan fintech.
Tujuan dari pelaporan adalah memastikan nasabah yang tidak membayar tidak diizinkan mengajukan pinjaman kembali.
Jadi jika memang tertarik mengajukan pinjaman, Anda harus yakin untuk bisa mengembalikan pinjaman.
Tidak tepat untuk tergiur pada proses yang cepat dan mudah, kemudian mengabaikan kemampuan untuk mengembalikan dana pinjaman.
Pada akhirnya malah harus menghadapi kondisi penagihan yang tidak etis.
Publik sudah sering menyayangkan cara penagihan perusahaan fintech yang dikatakan intimidatif hingga mengandung pelecehan seksual.
Besarnya jumlah pengaduan masyarakat tersebut terlihat dari publikasi yang pernah disampaikan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
Salah satu ancaman Salah satu ancaman yang dilakukan perusahaan fintech dalam penagihan tersebut berupa laporan kepada kepolisian untuk dikenakan sanksi pidana.
Menghadapi ancaman tersebut, masyarakat awam hukum tentunya merasa khawatir menghadapi gugatan tersebut.
Lantas, apakah secara yuridis peminjam dapat dikenakan sanksi pidana apabila gagal mengembalikan pinjaman pada perusahaan fintech?
Dilansir dari hukumonline.com, Anggota Komisioner Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Mohammad Choirul Anam menjelaskan penegak hukum tidak bisa menjerat debitur yang tidak mampu membayar pinjaman tersebut.
Sebab, permasalahan ini termasuk kategori perjanjian utang-piutang sehingga bukan ranah pidana melainkan perdata.
“Tidak bisa seseorang dipidana karena tidak mampu membayar pinjaman. Sebab ini masuknya ke ranah pidana,” jelas Anam di Kantor LBH Jakarta, Senin (4/2).
Anam menjelaskan ketentuan tersebut telah diatur dalam Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Apabila, aparat penegak hukum tetap memberikan sanksi pidana kepada debitur maka tindakan tersebut merupakan pelanggaran terhadap UU.
UU HAM
Pasal 19: (2) Tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang. |
Lebih lanjut, Anam menilai regulasi fintech yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi belum mampu mengatasi persoalan sengketa ini.
Sebab, isi aturan tersebut tidak terdapat lembaga penyelesaian sengketa di industri fintech sehingga setiap penyelesaian sengketanya dikaitkan dengan ranah pidana.
“Perlu ada mekanisme penyelesaiannya (sengketa). POJK 77 dan kode perilaku saja tidak cukup,” katanya.
Tidak hanya itu, isu pelanggaran HAM juga dianggap terjadi dalam persoalan penagihan pinjaman ini. Perusahaan fintech yang dapat mengakses perangkat telepon seluler berisiko menggunakan data pribadi peminjam tanpa izin.
Bahkan, Anam membandingkan dengan aparat penegak hukum lainnya seperti kepolisian dan kejaksaan yang harus terlebih dahulu mengajukan perizinan saat mengakses atau penyadapan terhadap seseorang.
“Penyadapan (akses data pribadi) ini harus berizin ketua pengadilan tertinggi. Tapi ini (perusahaan fintech) kenapa bisa langsung begitu saja menyadap handphone seseorang,” jelas Anam.
Menurutnya, ragam persoalan ini tidak lepas dari longgarnya pengaturan pada industri fintech. Anam mencontohkan aturan POJK 77/2016 tidak mengatur batasan bunga wajar yang dapat ditetapkan perusahaan fintech. Sehingga, kondisi tersebut berisiko terjadi tingkat suku bunga yang memberatkan masyarakat.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Sunu Widyatmoko menjelaskan berkomitmen untuk menyelesaikan segala pengaduan pelanggan fintech dari semua pihak. Menurutnya, perlindungan konsumen merupakan aspek serius untuk ditangani pihaknya.
“Jika ada pengaduan yang melibatkan anggota asosiasi akan kami selesaikan. Namum pengaduan di luar anggota atau fintech ilegal seharusnya diselesaikan di Bareskrim atau cyber crime,” jelas Sunu.
Dia juga menjelaskan pihaknya telah menyusun kode perilaku yang harus dipatuhi setiap anggotanya. Kode perilaku tersebut telah mengatur mekanisme penagihan, penggunaan data pribadi nasabah hingga tingkat bunga pinjaman.
Dia mengatakan pihaknya melarang perusahaan fintech menagih secara intimidatif dan teror kepada para nasabahnya. Kemudian, pihaknya juga telah melarang total biaya pinjaman melebihi 0,8 persen per hari dengan penagihan maksimal 90 hari.
”Sehingga, peminjam yang tidak melunasi utang dalam 90 hari akan bunga pinjaman serta dendanya tidak melebihi 100 persen dari total pinjaman,” jelas Sunu.
Pengembangan pusat data fintech juga saat ini dikembangkan AFPI untuk mengindikasi peminjam nakal. Sebab, tidak jarang, terdapat peminjam yang menunjukkan itikad tidak baik sejak awal menggunakan layanan jasa fintech.
Tidak hanya itu, untuk memitigasi peredaran pinjaman online ilegal, asosiasi juga menerapkan sertifikat lembaga penagihan. Sertifikasi tersebut untuk menetapkan standar mekanisme penagihan sehingga tidak melakukan pelanggaran hukum seperti penyalahgunaan data nasabah dan kewajiban melaporkan prosedur penagihan.
“Kode perilaku dan langkah-langkah perlindungan ini menegaskan komitmen kami dalam menerapkan standar praktik bisnis yang bertanggung jawab kepada nasabah maupun penyelenggara,” jelas Sunu.
Dia juga menyampaikan agar lembaga masyarakat yang menerima pengaduan pelanggaran fintech berizin untuk segera memberikan data kepada pihaknya. Nantinya, data tersebut akan ditindaklanjuti berupa pemberian sanksi apabila terbukti terjadi pelanggaran hukum perusahaan fintech.
“Kami minta datanya jika memang ada aduan. Sebab, hingga sampai saat ini kami tidak menerima data aduan tersebut. Yang kami perlukan hanya nama nasabah, perusahaan fintech dan bentuk pelanggarannya,” pungkas Sunu.
Baca Juga: 2 Investasi Terbaik yang Membawa Anda Kaya Raya
6.Biaya Tersembunyi
Saat pertama kali mengajukan pinjaman, rasanya semua berjalan dengan lancar dan aman. Namun terkadang nasabah baru menyadari ada beberapa hal yang mereka tidak ketahui. Misalnya beban biaya tersembunyi.
Hal ini lebih mungkin terjadi lagi pada perusahaan fintech pinjol illegal. Jadi selalu pastikan Anda membaca dan memahami kesepakatan sebelum setuju untuk meminjam. Apakah ada biaya tambahan seperti administrasi, biaya keterlambatan membayar, biaya pendaftaran awal, ataupun biaya apapun itu.
Kebanyakan pinjaman online hadir dengan biaya dibayar di muka yang relatif besar. Padahal jumlah dana yang bisa cair tergolong kecil. Namun potongan biayanya berkisar dari 15 hingga 20 persen. Ini jelas berbeda dengan bank yang hanya mensyaratkan bunga beberapa persen dipotong dimuka.
Pada kasus lain, jika nasabah tidak bisa membayar angsuran dan jadi harus menunggak, risikonya adalah menghadapi penagihan dan membayar biaya tambahan.
Beberapa perusahaan biasanya melakukan hal tersebut untuk nasabahnya. Karena mengetahui kondisi dan situasi ini, ada baiknya kita lebih teliti mengenai kewajiban membayar tunggakan pinjaman.
Proses penagihan pada umumnya memerlukan sumber daya manusia tambahan. Karena alasan demikian, perusahaan fintech pinjol membebankan biaya penagihan kepada nasabah yang selalu mengulur pelunasan dan menunggak pembayaran.
Jumlah biaya penagihan biasanya lebih besar daripada plafon pinjaman. Memang pada banyak kasus, ketentuan mengenai biaya yang harus dibayar jika nasabah menunggak tidak diberikan secara detil dalam situs mereka para perusahaan pinjaman online.
Kita semua jadi berpikir tidak perlu khawatir saat terlambat membayar, kenyataannya tidak selalu demikian.
Oleh karena itu, saat memilih perusahaan fintech pinjol, carilah perusahaan yang memiliki akses dan kriteria pembayaran maupun pelunasan yang baik atau lebih ringan. Saat ini sudah banyak sekali perusahaan fintech dengan berbagai opsi pinjaman, Anda hanya perlu cermat saat membandingkan.
7.Selalu Ditolak
Setelah bersemangat membaca banyak artikel mengenai pinjaman online yang mudah dalam persyaratan dan tanpa agunan serta jaminan, Anda kemudian bergegas untuk mencari salah satu perusahaan tersebut untuk mengajukan pinjaman dana.
Berharap permohonan Anda berujung pada pencairan dana cepat dan langsung ditransfer pada rekening pribadi akun bank Anda.
Namun mengapa setelah lama melakukan riset dan banyak pengajuan kepada beberapa perusahaan pinjol tidak ada satu pun aplikasi Anda yang diterima? Tidak ada balasan dan bahkan ternyata sampai ditolak!
Anda mulai bingung dimana letak kesalahan. Padahal rasanya semua dokumen Anda sudah tepat adanya. Berikut adalah hal-hal yang mungkin Anda lewatkan yang menjadi penyebab pengajuan kredit ditolak.
- Tidak memenuhi persyaratan
Persyaratan dibuat untuk memastikan apakah seorang individu sudah cukup matang dan layak mengajukan pinjaman. Persyaratan umum mencakupi usia, domisili dan penghasilan.
Tentunya setiap perusahaan menerapkan persyaratan yang berbeda. Umur memang menjadi salah satu syarat penting untuk mengajukan pinjaman.
Menurut pasal 330 KUHPerdata, dikatakan mereka yang belum mencapai usia 21 tahun dinyatakan belum cukup umur atau dewasa secara perdata untuk membuat perjanjian pinjaman.
- Dokumen tidak lengkap atau tidak jelas
Biasanya saat melakukan pendaftaran dan pengisian data pribadi, Anda diminta mengunggah foto KTP dan NPWP dan sebagainya.
Selalu pastikan kualitas foto dokumen tersebut dalam resolusi yang jernih agar bisa dibaca dan diidentifikasi dengan mudah oleh pihak lain. Jika foot buram, tidak jelas, gelap atau terlalu silau sudah pasti ini menyulitkan pihak perusahaan dan kemungkinan besar pengajuan Anda malah jadi macet dan tidak diterima sistem.
- Riwayat kredit yang buruk
Riwayat kredit adalah bagian krusial dalam pengecekan. Jika Anda sebelumnya sudah pernah melakukan pinjaman kredit di perusahaan pinjol yang lain, baik itu konvensional maupun online dan tercatat memiliki sejarah hutang yang menunggak, maka sudah pasti itu merupakan catatan kredit yang buruk sebagai calon peminjam.
Karena tidak ada yang mau memberikan pinjaman kepada mereka yang tidak pernah melakukan pelunasan. Riwayat kredit menjadi sangat penting untuk menentukan diterima atau ditolaknya pengajuan pinjaman.
Bank Indonesia (BI) mempunyai daftar riwayat peminjaman uang di bank maupun lembaga keuangan non bank. Jika berdasarkan data BI checking Anda dinyatakan memiliki riwayat kredit buruk, maka sudah pasti pinjaman tidak akan dicairkan.
- Di luar area layanan
Pertumbuhan dan ekspansi para perusahaan fintech pinjol memang sangat pesat. Antusias masyarakat dalam negeri memang cukup tinggi.
Bahkan sudah banyak masyarakat yang berada di luar daerah layanan yang mencoba mengajukan pinjaman.
Perlu diketahui bahwa tidak semua perusahaan pinjol melayani seluruh area di Indonesia.
Jadi pastikan sebelum Anda berusah payah mengunduh aplikasi, menyiapakan dokumen penting, hanya untuk menyadari bahwa perusahaan fintech pinjol idaman Anda hanya melayani area JABODETABEK.
- Perbedaan nama yang tertera di rekening bank
Perusahaan fintech pinjol biasanya bekerja sama dengan bank dan payment partner.
Salah satu syarat dari proses kolaborasi mereka adalah nama yang tertera di KTP peminjam harus sesuai dengan nama yang terdaftar di rekening bank.
Ketentuan ini guna memastikan Anda tidak mengajukan pinjaman yang dananya malah dicairkan ke rekening orang lain.
- Jumlah pinjaman terlalu besar
Jika berpikir bisa mengajukan kredit dengan nominal raksasa, itu tidaklah benar.
Jumlah limit kredit yang diberikan oleh perusahaan tidak ditentukan oleh debitur.
Limit kredit justru disesuaikan dengan kemampuan debitur membayar utang.
Pemberi pinjaman biasanya melakukan pengecekan seberapa besar penghasilan utang lain yang Anda miliki.
- Tidak bisa dihubungi
Saat proses verifikasi pinjaman, biasanya debitur melengkapi data personal termasuk email dan nomor ponsel yang bisa dihubungi.
Hal ini penting agar perusahaan pinjaman online bisa melakukan verifikasi, jika Anda memang orang yang mengajukan pinjaman tersebut dan data yang dikumpulkan merupakan data pribadi bukan data individu lain.
Jika Anda tidak bisa diraih maupun dihubungi, pengajuan Anda bisa saja gagal karena berpotensi dikira penipuan yang mengatas-namakan orang lain.
Alasan lain adalah, perusahaan biasanya membutuhkan data tambahan seperti slip gaji, SIUP atau kartu keluarga.
Jadi pastikan nomor ponsel Anda bisa dihubungi demi mempercepat proses pinjaman Anda.
Melakukan pemerikasaan SMS maupun aplikasi sangat membantu juga karena biasanya notifikasi dan pemberitahuan dikabarkan disana.
- Tidak memiliki kartu kredit
Ini hanya berlaku untuk produk pinjaman tertentu. Pemberi biasanya memberi pinjaman dengan syarat seperti memiliki kartu kredit yang aktif digunakan minimal 1 tahun.
Dengan demikian berarti kartu kredit tersebut masih digunakan dengan rutin dan dibayarkan cicilannya.
Pengajuan ditolak memang salah satu risiko yang bisa dihadapi oleh calon debitur.
Jadi jangan berpikir hanya karena ini adalah pinjaman online dengan persyaratan mudah maka serta merta bisa langung lolos aplikasi permohonannya.
Ternyata ada beberapa hal yang tetap perlu kita perhatikan dan memang ada perusahaan pinjaman online yang lebih ketat dan selektif memberikan pinjaman dana mereka.
8.Pinjaman illegal
Satgas Waspada Investasi menemukan sebanyak 123 financial technology (fintech) peer to peer lending ilegal.
Satgas pun menutup ke 123 pinjaman online ilegal ini.
Fintech ilegal tersebut mengkhawatirkan karena jumlah yang beredar di internet dan aplikasi telepon genggam kian marak.
Menanggapi kasus demikian, masyarakat harus lebih jeli sebelum memutuskan untuk melakukan pinjaman online dengan memperhatikan apakah fintech lending tersebut sudah terdaftar di OJK atau belum.
Pada 2 Agustus 2019, Satgas Waspada Investasi menemukan 143 entitas fintech pinjaman ilegal.
Namun dalam perkembangannya, terdapat tiga entitas yang telah membuktikan bahwa kegiatannya bukan merupakan tekfin pinjaman, yaitu:
Koperasi Syariah 212, PT Laku6 Online Indonesia, dan PT Digital Dana Technology sehingga dilakukan normalisasi atas aplikasi yang telah diblokir.
Total entitas fintech ilegal yang ditangani Satgas Waspada Investasi sejak awal 2019 sampai dengan September sebanyak 946 entitas dan total yang telah ditangani sejak awal 2018 sampai September 2019 sebanyak 1.350 entitas.
9.Investasi Bodong
Investasi bodong secara singkatnya berarti penipuan investasi. Ini merupakan investasi yang dijalankan secara illegal dan telah berlangsung berbulan-bulan.
Investasi bodong pada umumnya lebih rentan terserang oleh mereka para investor. Tetapi ini tetap penting untuk para debitur juga.
Kita perlu memastikan bahwa tempat mengambil pinjaman merupakan tempat yang resmi. Karena jika tidak resmi, sudah pasti berada pada kategori investasi bodong.
Salah satu cara menghindari investasi bodong adalah mengecek perusahaan fintech pinjol jika sudah terdaftar di OJK atau belum.
Jika melakukan pinjaman di investasi bodong sudah harus bersiap diri menghadapi kasus illegal yang biasanya sulit dilindungi dan diadili, karena sejak awal mereka tidak diawasi badan hukum.
10.Resiko Pinjaman Online- Denda Pelunasan Lebih Awal
Ini tidak berlaku untuk semua perusahaan fintech lending. Semua persyaratan dan ketentuan berbeda pada masing-masing perusahaan.
Ada beberapa perusahaan yang menerapkan denda bagi debitur yang melunasi pinjaman lebih awal, namun ada juga yang tidak.
Pastikan Anda membaca perjanjian pinjaman online dengan teliti sebelum meminjam. Apakah dalam perjanjian debitur diizinkan membayar pinjaman lebih awal atau adakah penalti yang dikenakan jika sebaliknya?
Pada kasus umum, perusahaan menyertakan denda untuk pelunasan yang lebih cepat dan penalti untuk pembayaran yang lebih lambat.
Komentar
Usai sudah pembahasan kami mengenai risiko pinjaman online. Semoga lebih cermat sebelum memilih perusahaan fintech pinjol dan salam sukses!
Sebelum memutuskan untuk berinvestasi pada mata uang kripto, senantiasa lakukan riset karena kripto adalah aset volatil dan berisiko tinggi. Cryptoharian tidak bertanggung jawab atas kerugian maupun keuntungan anda.
Add comment