Cryptoharian – Bitcoin (BTC) yang merupakan mata uang kripto utama telah bergerak mencapai titik US$ 55.003. Dari data Coingecko, angka ini merupakan peningkatan 1,6 persen dalam kurun waktu 24 jam. Namun, apakah kenaikan ini akan disusul oleh penurunan lebih dalam, bahkan sinyal terjadinya crash besar?
Mari kita ulik lebih dalam terkait hal ini dari sisi pandang seorang analis bernama Michael van de Poppe. Sebagaimana diketahui, Poppe merupakan salah satu analis populer di kalangan komunitas kripto, dan memiliki jam terbang yang luar biasa di dunia investasi serta trading.
Dalam postingannya di media sosial X, Poppe menjelaskan bahwa ada ketakutan di kalangan investor menyusul koreksi sebesar 26 persen Bitcoin dari harga tertingginya di bulan Maret. Menurutnya, investor khawatir kemungkinan terjadinya crash dalam waktu dekat.
Akan tetapi, Poppe bersikap optimis dan menunjukkan bahwa Bitcoin masih berada di atas level support penting, yang berarti harga kemungkinan akan stabil di antara US$ 45.000 hingga US$ 50.000. Selain itu, indeks fear and greed pun juga menunjukkan angka 22, yang artinya banyak dari pemain takut akan kemungkinan turun lebih lanjut.
“Tapi saya menegaskan, Bitcoin tidak akan mengalami crash besar dalam waktu dekat. Penurunan 26 persen ini adalah koreksi yang normal dan biasa terjadi di pasar kripto,” ungkap Poppe.
Di samping itu, Poppe juga menekankan bahwa kondisi ekonomi saat ini masih mendukung pertumbuhan Bitcoin, terutama setelah masuknya dana dari ETF Bitcoin awal tahun.
Baca Juga: BitQuant Prediksi Bitcoin Bakal Capai US$ 140.000 Saat Penurunan Berakhir
“Kita juga bisa membandingkan kinerja Bitcoin dengan pasar saham AS (S&P 500). Meskipun Bitcoin turun 35 persen dibandingkan S&P 500, saya yakin ini adalah pola yang sudah pernah terjadi sebelumnya,” ujarnya.
Ia pun juga memperkirakan bahwa koreksi ini akan selesai ketika Bitcoin mencapai harga antara US$ 45.000 hingga US$ 50.000, seperti yang pernah terjadi di siklus sebelumnya.
Crash atau Koreksi Biasa
Meskipun banyak yang khawatir akan pergerakan Bitcoin, Poppe percaya bahwa penurunan ini hanyalah bagian dari siklus alami pasar kripto. Dia mengingatkan bahwa kondisi serupa pernah terjadi selama pandemi Covid-19. Pasalnya, selama pandemi tersebut faktor eksternal dan likuiditas tambahan membantu pasar untuk pulih.
Pun jika terjadi resesi atau ketidakstabilan ekonomi, Poppe yakin hal tersebut justru bisa mendorong Bitcoin kembali naik.
“Teori siklus empat tahun masih banyak diyakini oleh komunitas kripto. Namun, kali ini kita mungkin melihat siklus likuiditas. Jika likuiditas kembali mengalir ke pasar seperti yang terjadi pada 2019-2020, kita mungkin akan melihat siklus kenaikan terbesar Bitcoin,” kata Poppe.
Dirinya pun memprediksi bahwa dengan potensi pemangkasan suku bunga dari The Fed dan peningkatan likuiditas global, terutama China, harga Bitcoin bisa melonjak kembali. Koreksi saat ini, lanjutnya, adalah bagian alami dari siklus pasar dan seharusnya dianggap sebagai peluang, bukan ancaman.
“Saya kira peluang crash di pasar saham jauh lebih tinggi daripada di Bitcoin. Meskipun begitu, crash di pasar saham bisa saja mempengaruhi Bitcoin, tetapi secara keseluruhan ini saya masih optimis dengan Bitcoin,” pungkas Poppe.
Sebelum memutuskan untuk berinvestasi pada mata uang kripto, senantiasa lakukan riset karena kripto adalah aset volatil dan berisiko tinggi. Cryptoharian tidak bertanggung jawab atas kerugian maupun keuntungan anda.